Pemanfaatan Air Biji Lamtoro Untuk Diabetes Melitus

Lamtoro, petai cina, atau petai selong adalah sejenis perdu dari suku Fabaceae (Leguminosae, polong-polongan), yang kerap digunakan dalam penghijauan lahan atau pencegahan erosi. Berasal dari Amerika tropis, tumbuhan ini sudah ratusan tahun diperkenalkan ke Jawa untuk kepentingan pertanian dan kehutanan,[6] dan kemudian menyebar pula ke pulau-pulau yang lain di Indonesia. Tanaman ini di Malaysia dinamai petai belalang.

Tumbuhan ini dikenal pula dengan aneka sebutan yang lain seperti pĕlĕnding, peuteuy sélong (Sd.); kemlandingan, mètir, lamtoro dan lamtoro gung (lamtoro besar; untuk varietas yang bertubuh lebih besar) (Jw.); serta kalandhingan, lantoro (Md.).[6] Nama-namanya dalam pelbagai bahasa asing, di antaranya: petai belalang, petai jawa (Mly.); lamandro (PNG); ipil-ipil, elena, kariskis (Fil.); krathin (Thai); leucaena, white leadtree (Ingg.); dan leucaene, faux mimosa (Prc.).[7] Nama spesiesnya, leucocephala (='berkepala putih') mengacu kepada bongkol-bongkol bunganya yang berwarna keputihan.[8]

INTRODUKSI
Pohon atau perdu memiliki tinggi hingga 20m;[9] meski kebanyakan hanya sekitar 2-10 m.[10]

Percabangannya rendah dan banyak, dengan pepagan berwarna kecoklatan atau keabu-abuan, berbintil-bintil dan berlentisel. Ranting-rantingnya berbentuk bulat torak, dengan ujung yang berambut rapat.[7]
 
Daunnya majemuk dan berbentuk menyirip rangkap, siripnya berjumlah 3-10 pasang, kebanyakan dengan kelenjar pada poros daun tepat sebelum pangkal sirip terbawah; daun penumpu kecil, bentuk segitiga. Anak daun tiap sirip 5-20 pasang, berhadapan, bentuk garis memanjang, 6-16(-21) mm × 1-2(-5) mm, dengan ujung runcing dan pangkal miring (tidak sama), permukaannya berambut halus dan tepinya berjumbai.[7][11]
Bunganya majemuk berupa bongkol bertangkai panjang yang berkumpul dalam malai berisi 2-6 bongkol; tiap-tiap bongkol tersusun dari 100-180 kuntum bunga, membentuk bola berwarna putih atau kekuningan berdiameter 12–21 mm, di atas tangkai sepanjang 2-5 cm.[8] Bunga kecil-kecil, berbilangan-5; tabung kelopak bentuk lonceng bergigi pendek, lk 3 mm; mahkota bentuk solet, lk. 5 mm, lepas-lepas. Benangsari 10 helai, lk 1 cm, lepas-lepas.[11]

Buahnya polong berbentuk pita lurus, pipih dan tipis, 14–26 cm × 2 cm, dengan sekat-sekat di antara biji, hijau dan akhirnya coklat kehijauan atau coklat tua apabila kering jika masak, memecah sendiri sepanjang kampuhnya. Buah lamtoro mengandung 15-30 biji yang terletak melintang dalam polongan, berbentuk bulat telur sungsang[10] atau bundar telur terbalik, dengan warna coklat tua mengkilap yang berukuran 6–10 mm × 3-4,5 mm.[7][11] Bijinya mirip petai, namun berukuran lebih kecil dan berpenampang lebih kecil.[12]


Lamtoro berasal dari Meksiko dan Amerika Tengah, dan dari situ kemudian menyebar luas. Penjajah Spanyol membawa biji-bijinya dari sana ke Filipina pada akhir abad XVI. Dari tempat ini mulailah lamtoro menyebar luas ke pelbagai bagian dunia. Lamtoro ditanam sebagai peneduh tanaman kopi, penghasil kayu bakar, serta sumber pakan ternak yang lekas tumbuh.[13]

ASAL-USUL, ANAK JENIS DAN PERSEBARAN
Lamtoro mudah beradaptasi, dan dengan cepat tanaman ini menjadi liar di berbagai daerah tropis di Asia dan Afrika; termasuk pula di Indonesia. Ada tiga anak jenis (subspesies)nya, yakni:[8]
  • Leucaena leucocephala ssp. leucocephala; ialah anak jenis yang disebarluaskan oleh bangsa Spanyol. Di Jawa dikenal sebagai lamtoro atau petai cina ‘lokal’, berbatang pendek sekitar 5 m tingginya dan pucuk rantingnya berambut lebat.
  • ssp. glabrata (Rose) S. Zárate. Dikenal sebagai lamtoro gung, tanaman ini berukuran besar (pohon, daun, bunga, buah) dibandingkan anak jenis yang pertama. Lamtoro gung baru menyebar luas di dunia dalam beberapa dekade terakhir. Serta;
  • ssp. ixtahuacana C. E. Hughes; yang menyebar terbatas di Meksiko dan Guatemala.
PEMANFAATAN
Sejak lama lamtoro telah dimanfaatkan sebagai pohon peneduh, pencegah erosi, sumber kayu bakar dan pakan ternak. Di tanah-tanah yang cukup subur, lamtoro tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai ukuran dewasanya (tinggi 13–18 m) dalam waktu 3 sampai 5 tahun. Tegakan yang padat (lebih dari 5000 pohon/ha) mampu menghasilkan riap kayu sebesar 20 hingga 60 m³ per hektare per tahun. Pohon yang ditanam sendirian dapat tumbuh mencapai gemang 50 cm.[13] Jika ditanam di dekat-dekat pohon lainnya, maka pohon di sampingnya akan kekurangan sinar matahari. Oleh sebab itu, biasanya lamtoro/petai cina ditanam sebagai pohon pelindung/peneduh, dan untuk menanggulangi terjangan angin ribut. Tumbuhan ini juga dapat dipakai untuk pupuk hijau -dengan cara membenamkan daun pangkasnya sebagai pupuk dalam tanah-.[14]

Lamtoro adalah salah satu jenis polong-polongan serbaguna yang paling banyak ditanam dalam pola pertanaman campuran (wanatani). Pohon ini sering ditanam dalam jalur-jalur berjarak 3–10 m, di antara larikan-larikan tanaman pokok. Kegunaan lainnya adalah sebagai pagar hidup, sekat api, penahan angin, jalur hijau, rambatan hidup bagi tanaman-tanaman yang melilit seperti lada, vanili, markisa dan gadung, serta pohon penaung di perkebunan kopi dan kakao.[7][15] Di hutan-hutan tanaman jati yang dikelola Perhutani di Jawa, lamtoro kerap ditanam sebagai tanaman sela untuk mengendalikan hanyutan tanah (erosi) dan meningkatkan kesuburan tanah.[16] Perakaran lamtoro memiliki nodul-nodul akar tempat mengikat nitrogen dan banyak menghasilkan daun sebagai sumber organik.[17]


Post a Comment

Silakan Anda tuliskan pesan untuk mengetahui lebih lanjut tentang informasi di dalam blogs ini dengan mencantumkan e-mail, no telp, no HP atau akun Facebook dan Twitter Anda. Kontak kami di wa.me/+6281283745364 atau Call & SMS ke 0812.8037.6532

Lebih baru Lebih lama